PENGGUNAAN ALAT PERAGA KUBUS SATUAN TERHADAP HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA
SD NEGERI 1 NAWAKERTI KECAMATAN ABANG KABUPATEN KARANGASEM
TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat peraga
kubus satuan terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti tahun pembelajaran 2012/2013. Subjek penelitian ini adalah
siswa kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti Kecamatan Abang Kabupaten tahun pelajara 2012/2013 yang terdiri
atas 15 orang siswa dengan 8 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan. Sumber data diperoleh dari evaluasi hasil belajar
yang dikumpulkan dengan instrument tes untuk evaluasi, lembar observasi untuk
penilaian proses, dan Lembar Kerja Siswa untuk penilaian unjuk kerja.
Selanjutnya data yang terkumpul dianalisis secara deskriftif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I rata-rata hasil belajar siswa
sebesar 4,58 dan pada siklus II sebesar 7,24. Pada siklus II hasil belajar
siswa lebih 2,66 dari pada hasil belajar siklus I. Demikian juga ketuntasan
belajar siklus I sebesar 13,3% kemudian pada siklus II sebesar 93%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga kubus satuan berpengaruh
terhadap peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VI SD Negeri 1
Nawakerti Kecamatan
Abang Kabupaten Karangasem tahun
pelajaran 2012/2013.
Kata-kata
kunci: Hasil belajar matematika, kubus satuan.
PENDAHULUAN
Pembelajaran
pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang disengaja, terorganisasi secara
baik, sistematis, dan terarah untuk
mengantarkan siswa ketingkat perubahan tingkah laku dan pengetahuan menuju
kedewasaan. Perubahan tingkah laku dapat diartikan perubahan-perubahan yang
mencakup tiga aspek yaitu aspek kognotif, aspek psikomotor, dan aspek efektif.
Perubahan itu misalnya dari belum mengetahui menjadi mengetahui, dari belum
mengerti menjadi mengerti dan dari belum terampil menjadi terampil. Pembelajaran senantiasa
merupakan interaksi antara dua unsur, siswa sebagai pihak yang dibelajarkan dan
guru sebagai pihak yang membelajarkan,
dengan siswa sebagai subjek pokoknya. Di dalam pembelajaran, hubungan timbal
balik antara guru dengan
siswa harus
menunjukkan adanya hubungan yang bersifat
edukatif atau mendidik. Dalam pembelajaran, guru adalah salah satu komponen
manusia yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang
potensial. Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap guru terletak
tanggung jawab untuk membawa para siswanya menuju kedewasaan atau taraf kematangan
tertentu.
Mengingat
pentingnya peranan guru dalam pencapaian hasil belajar maka dituntut mampu
melaksanakan pembelajaran secara maksimal. Mendidik, mengajar dan melatih siswa
adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada siswa. Tugas guru sebagai
pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan
keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan siswa. Di sekolah
guru adalah orang tua kedua bagi anak didik. Sebagai orang tua guru
menganggapnya sebagai anak didik bukan sebaga peserta didik (Djamarah, 2005:3).
Dalam pembelajaran guru sebagai pengajar akan berusaha maksimal menggunakan
berbagai keterampilan dan kemampuan agar siswa dapat mencapai tujuan yang
diharapkan.
Pembelajaran
merupakan rangkaian kegiatan komunikasi
antar manusia, sehingga manusia tumbuh sebagai pribadi yang utuh.
Manusia tumbuh melalui belajar.
Mengajar dan belajar merupakan
proses kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Proses
kegiatan tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang sangat menentukan
keberhasilan belajar siswa. Ilmu pengetahuan dan teknologi besar sekali peranannya untuk memajukan suatu negara.
Untuk menjadi negara yang maju, maka harus
cerdik, pandai dan banyak pengetahuannya, baik ilmu pengetahuan sosial, ilmu
pengetahuan alam, matematika dan ilmu
pengetahuan lain. Tanpa mengesampingkan
pengetahuan yang lain, peranan matematika
kiranya sangat penting
dan perlu penanganan
yang serius. Matematika merupakan
disiplin ilmu yang mempunyai
sifat khas dibandingkan dengan disiplin ilmu
lainnya. Kegiatan belajar dan mengajar
matematika diperlukan suatu metode, mengingat siswa yang berbeda-beda tingkat
kemampuannya.
Meski tidak semua, banyak diantara siswa
di sekolah mengeluhkan pelajaran
matematika.
Matematika
dianggap sebagai pelajaran paling sulit. Matematika sering diidentikan dengan kemampuan berhitung
dikalangan siswa yang memang tidak dapat disangkal. Kemampuan berhitung
merupakan salah satu bagian dari kemampuan matematika sebab prasyarat untuk
belajar matematika adalah belajar berhitung.
Oleh karena itu antara matematika dan berhitung tidak
dapat dipisahkan.
Keterampilan berhitung bagi siswa
akhir-akhir ini kurang mendapat perhatian khusus baik di sekolah maupun di
rumah. Penyebabnya dapat karena semakin banyaknya alat-alat hitung yang serba
modern sehingga anak malas untuk berpikir sendiri dalam menyelesaikan suatu
perhitungan. Selain itu dapat juga disebabkan oleh pembelajaran yang didominasi
ceramah padahal menurut J. Piaget (dalam
Pitajeng, 2006:27), siswa SD termasuk dalam tahap operasional konkret sebab
dalam berpikir, logikanya didasarkan pada manipulasi objek-objek konkret.
Melalui penggunaan media yang tepat dalam belajar matematika diharapkan dapat
membantu memanipulasi objek-objek konkret. Sejalan dengan pendapat J. Piaget
yang dikutip Sudiana (2004:48) berpendapat bahwa konsep-konsep matematika perlu
diperkenalkan lewat pengalaman memanipulasi benda nyata dan alami. Oleh karena
itu, guru diharapkan sedapat mungkin menghadirkan media dalam setiap
pembelajaran demi tercapainya tujuan yang hendak dicapai. Sebagaimana yang
terjadi di kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, hasil belajar siswa pada
mata pelajaran matematika merupakan urutan yang terbawah dari semua mata pelajaran
yang diajarkan di kelas VI. Diketahui bahwa pokok bahasan Volume Bangun Ruang, hasil ulangan harian hanya
mencapai rata 5,5. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ada kesulitan dalam menyelesaikan
soal pokok bahasan volume bangun ruang, sehingga sangat
perlu diupayakan pemecahannya.
Upaya peningkatan kemampuan siswa
terhadap pokok bahasan volume bangun ruang antara lain melalui penggunaan media/alat
peraga. Penggunaan alat peraga dalam kegiatan pembelajaran diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika yang
dipelajarinya dengan mudah. Alat peraga yang cocok untuk membelajarkan volume
bangun ruang yakni kubus satuan.
Kubus satuan adalah kubus kecil yang
sisi-sisinya berukuran satu sentimeter sehingga memiliki volume 1 sentimeter
kubik. Kubus satuan ini dibuat dari kayu berbentuk balok dengan lebar dan
tinggi satu sentimeter kemudian dipotong dengan panjang satu sentimeter. Satu
kubus satuan dinyatakan memiliki volume satu satuan. Penggunaan kubus saatuan
ini nantinya dimasukkan kedalam kubus atau balok lebih besar yang akan
ditentukan volumenya. Banyaknya kubus satuan yang dapat dimasukkan dengan benar
ke dalam kubus atau balok yang lebih besar dinyatakan sebagai volume kubus atau
balok yang lebih besar. Oleh karena demikian dalam penanaman konsep volume
kubus dan balok sangat tepat digunakan alat peraga kubus satuan.
Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan,
rumusan masalah yang yang diajukan dalam penelitian ini yaitu apakah pengaruh penggunaan alat peraga kubus satuan
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem tahun pembelajaran 2012/2013, dalam
menentukan volume bangun ruang? Selanjutnya
tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat peraga
kubus satuan terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem Tahun Pembelajaran 2012/2013,
dalam menentukan volume bangun ruang.
Pelajaran matematika berkaitan dengan kemampuan-kemampuan
siswa mengenai pemahaman struktur dasar sistem bilangan daripada keterampilan
dan fakta-fakta hafalan. Pelajaran matematika sesuai dengan kurikulum KTSP SD
tahun 2013 menekankan mengapa dan bagaimana matematika melalui penemuan dan
eksplorasi. Mata pelajaran matematika menerapkan prinsip-prinsip basic skill yang mencerminkan beberapa
kemampuan dasar matematika bagi siswa SD. Oleh karena itu dalam pembelajaran
matematika di SD tersebut, tentunya menuntut kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran, juga dituntut lebih aktif dan cermat melakukan strategi
pembelajaran agar siswa yang mengalami kesulitan belajar tidak merasa
ditinggalkan tetapi terlayani dengan baik dengan cara kemampuannya sendiri dan
mampu mengikuti setahap demi setahap.
Evaluasi hasil belajar matematika secara
umum sama dengan evaluasi mata pelajaran lainnya baik jenis evaluasi maupun
bentuk-bentuk soalnya. Evaluasi
hasil belajar menurut Nurkancana dan Sunartana (1992:11) adalah suatu tindakan
atau suatu proses untuk menentukan nilai keberhasilan belajar seseorang setelah
mengalami proses belajar selama satu periode tertentu. Jadi evaluasi hasil
belajar matematika merupakan salah satu cara untuk menentukan nilai
keberhasilan siswa setelah mendapat pengalaman belajar matematika. Dalam
evaluasi hasil belajar matematika, keberhasilan siswa diukur dari proses
pengerjaan dan diukur dari kebenaran dalam jawaban yang dihasilkan. Ranah yang
diungkapkan dalam evaluasi pembelajaran matematika yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Untuk membantu pencapaian ketiga ranah tersebut, dalam
pembelajaran matematika memerlukan alat bantu berupa alat peraga.
Alat peraga yang digunakan sebagai alat
bantu dalam pembelajaran, mengakibatkan pembelajaran menjadi lebih berkualitas.
Sebagai media pembelajaran, alat peraga menjadikan materi pelajaran yang
disampaikan lebih konkret sehingga mudah dicerna siswa. Alat peraga menambah
konkretnya materi pelajaran yang disampaikan guru sehingga pembelajaran yang
dilaksanakan akan lebih bermakna. Karena itulah guru matematika yang dalam
pembelajaran menggunakan alat peraga akan memperoleh banyak keuntungan. Alat
peraga dapat disebut pula alat bantu dalam pembelajaran yang digunakan guru untuk menunjang proses belajar mengajar. Pada
siswa sekolah
dasar, alat peraga
sangat
dibutuhkan karena siswa sekolah dasar masih berfikir
secara real sehingga lebih mudah memahami pelajaran
yang menggunakan alat peraga daripada tanpa menggunakan alat peraga.
Menurut
Soekanto (1993:87) jenis-jenis alat peraga matematika ditinjau dari segi wujudnya, dapat dikelompokkan menjadi alat peraga benda asli yaitu benda asli
yang
digunakan
sebagai
alat peraga
seperti buah, bola, pohon, kubus dari kayu dan alat peraga tiruan yaitu benda bukan asli yang digunakan sebagai alat
peraga seperti tiruan
jantung manusia dari balon dan selang plastik.
Proses belajar yang efektif serta permanen diperoleh
dari pengalaman yang bersifat
konkret
dan langsung. Namun pengalaman yang demikian tidak selalu dapat diberikan kepada siswa, harus dirancang sedemikian rupa untuk
dapat
memilih pengganti pengalaman tadi
dengan media
pembelajaran, termasuk di
dalamnya adalah penyajian proses pembelajaran dengan menggunakan alat peraga.
Pemakaian alat peraga dalam proses pembelajaran akan mengkomunikasikan gagasan yang bersifat konkret, di
samping juga membantu siswa
mengintegrasikan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Selain itu
alat peraga diharapkan menarik perhatian dan membangkitkan minat serta
motivasi siswa
dalam belajar.
Unsur metode dan alat juga merupakan
unsur yang tidak dapat dilepaskan dari unsur lainnya
yang
berfungsi
sebagai
cara atau teknik
untuk
mengantarkan
bahan pengajaran agar sampai kepada tujuan.
Secara umum fungsi alat peraga adalah membantu meningkatkan persepsi, membantu meningkatkan pemahaman, dan memberikan penguatan atau pengetahuan tentang hasil yang diperoleh.
Untuk membantu siswa dalam memahami
konsep volume bangun ruang khususnya kubus dan balok, guru dapat menggunakan
kubus satuan. Kubus satuan adalah kubus kecil yang sisi-sisinya berukuran satu
sentimeter sehingga memiliki volume satu sentimeter kubik. Kubus satuan ini
dibuat dari kayu berbentuk balok dengan lebar dan tinggi satu sentimeter
kemudian dipotong dengan panjang satu sentimeter. Satu kubus satuan dinyatakan
memiliki volume satu satuan. Kubus kecil-kecil yang memiliki panjang sisi satu
sentimeter yang mewakili volume satu satuan disebut kubus satuan.
METODE
Subjek penelitian tindakan kelas ini
adalah siswa kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti
Kecamatan
Abang, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2012/2013.
Jumlah siswa sebanyak 15 orang yang
terdiri atas 8
laki-laki dan 7 perempuan. Objek
penelitiannya adalah penggunaan alat peraga kubus satuan dan hasil belajar
matematika. Peneliti sendiri merupakan guru kelas yang bertugas di tempat
penelitian dan selama penelitian dibantu oleh teman sejawat.
Instrumen penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini berupa tes dan lembar observasi. Tes diberikan kepada
siswa pada pertemuan ketiga untuk mengukur hasil belajar sedangkan observasi
dilakukan terhadap siswa dan guru selama proses pembelajaran untuk mengetahui
kelemahan dan kekuatan dalam pembelajaran.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus yang
terdiri atas empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi,
dan refleksi. Siklus I dan siklus II masing-masing dilaksanakan dalam tiga kali
pertemuan yang terdiri atas dua kali pertemuan untuk pembelajaran dan satu kali
pertemuan untuk mengadakan evaluasi. Materi yang dipelajari pada siklus I yaitu
berkaitan dengan volume kubus dan pada siklus II tentang volume balok.
Kegiatan awal yang dilakukan dalam
persiapan ini yaitu menyusun jadwal kegiatan pembelajaran, mengadakan orientasi
pra siklus kepada siswa untuk menginformasikan maksud dan tujuan penelitian
ini, menyusun rencana pembelajaran, membuat alat peraga, membuat alat evaluasi
dan kunci jawaban, dan menyusun instrumen observasi dan daftar siswa.
Pelaksanaan penelitian sesuai
dengan rancangan jadwal mata pelajaran yang sudah melalui koordinasi dengan
kepala sekolah sehingga
siswa tidak merasa terbebani dengan adanya kegiatan ini. Sesuai dengan program semester yang telah dibuat,
maka rencana pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dimulai pada bulan April 2013.
Tes hasil
belajar diberikan dalam bentuk soal pilihan ganda, penilaiannya berdasarkan
skor yang diperoleh siswa setelah mengerjakan tes yang diberikan dengan skala
100. Evaluasi diberikan pada pertemuan ketiga siklus I dan siklus II.
Sebelum diadakannya penelitian dilakukan
tahap prasiklus untuk merancang siklus I agar pembelajaran menjadi lebih baik
dalam penelitian. Hal ini penting untuk menghindari kegagalan dan meningkatkan
kinerja siswa. Refleksi pada akhir siklus I ini dilakukan untuk lebih melihat
kendala-kendala yang esensial yang dihadapi oleh siswa. Segi kekuatan yang
muncul akan diformulasikan implikasinya, sehingga dapat diajukan rekomendasi
tentang penggunaan alat peraga kubus satuan dapat meningkatkan hasil belajar
matematika.
Pada tahap selanjutnya dilakukan siklus
II dengan memperhatikan rekomendasi refleksi siklus I. Teknik analisis data
menggunakan analisis deskriftif kuantitatif
dengan langkah-langkah: (1) menentukan rata-rata (mean), (2) menentukan
ketuntasan belajar.
Kriteria keberhasilan yang diterapkan
dalam penelitian ini adalah pembelajaran berhasil jika hasil belajar siswa
mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 6,0 dengan ketuntasan belajar
≥ 75%. Untuk mengetahui tingkat kategori keberhasilan dilakukan dengan
mengkonversi nilai yang diperoleh dengan rentang nilai 86-100 (baik sekali),
71-85 (baik), 56-70 (cukup), 41-55 (kurang baik), dan 0-40 (sangat kurang).
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Rata-rata kelas
hasil belajar siswa pada siklus I selama dua kali pertemuan sebesar 4,58.
Peningkatan hasil belajar dari prasiklus ke siklus I hanya mencapai 0,47 masih
tergolong kurang baik.
Hasil belajar siswa dalam memahami konsep volume kubus melalui penerapan
alat peraga kubus satuan mencapai 35% atau sekitar 6 orang. Jumlah ini
menunjukkan masih rendahnya penguasaan siswa terhadap konsep yang dibelajarkan.
Siswa yang
mengalami kesulitan memahami konsep volume kubus 65% atau sekitar 10 orang.
Siswa
yang mengerjakan tugas volume kubus
94% atau seluruh siswa yang hadir pada saat itu telah mengerjakan tugasnya. Sedangkan siswa yang dapat mengerjakan
dengan benar tugas volume kubus 23%, dan yang salah mengerjakan tugas
volume kubus 68%. Siswa yang dapat
mengerjakan tugas di papan tulis
termasuk yang tunjuk jari 27%,
siswa yang
dapat
memberi
tanggapan hasil
pekerjaan temannya di papan tulis 14%. Sementara itu siswa yang bertanya
kepada guru 18%, menjawab pertanyaan
45%, mengerjakan soal-soal volume kubus 23% dan tidak
aktif
dalam kegiatan
pembelajaran
14%.
Berdasarkan prosentase perolehan
hasil observasi siswa, maka dapat ditegaskan bahwa pembelajran pada pertemua
pertama dan kedua siklus I masih belum maksimal. Pembelajaran belum mendapat
respon siswa sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat dimaknai bahwa
pembelajaran pertemuan pertama belum maksimal sehingga hasilnya juga belum
optimal.
Setelah melaksanakan pengamatan terhadap
pelaksanaan pembelajaran di dalam
kelas, selanjutnya diadakan
refleksi dari tindakan yang telah dilakukan. Dalam kegiatan siklus I didapatkan hasil refleksi: (1) ketidakaktifan beberapa siswa dalam
pembelajaran
dipacu dengan pemberian
motivasi berupa nilai tambah dalam setiap aktivitas siswa, (2) adanya beberapa siswa yang mengerjakan
tugas rumah individu
meskipun sudah lengkap namun masih terdapat kesalahan, dapat disebabkan
karena kurangnya pemahaman
siswa terhadap materi pelajaran, (3) kurangnya perhatian guru kepada siswa, baik kepada siswa yang mengerjakan tugas maupun yang tidak mengerjakan tugas, (4) alokasi
waktu yang tersedia
banyak yang terbuang.
Rata-rata hasil belajar siswa
pada pertemuan kedua mengalami peningkatan 0,04 dibandingkan pada pertemuan
pertama tetapi dari hasil belajar perorangan masih ada hasil belajarnya yang
menurun. Pengamatan yang telah
dilakukan secara menyeluruh oleh
peneliti dan kolaborator, tampak bahwa proses belajar masih kurang efektif dan kurang lancar.
Berdasarkan
kelemahan-kelemahan dan kendala-kendala yang ditemukan pada refleksi siklus I
maka perlu dilakukan perbaikan-perbaikan dalam
melaksanakan pembelajaran di kelas.
Perbaikan tersebut akan dilaksanakan dalam pembelajaran pada siklus II.
Rencana
dan strategi untuk mengatasi kesulitan selama siklus I berlangsung diawali
dengan merancang model pembelajaran untuk menyelesaikan
soal cerita
tentang pokok bahasan volume balok yaitu digunakan model
pembelajaran. Selanjutnya mempersiapkan kembali lembar observasi untuk mengamati situasi
dan kondisi kegiatan belajar mengajar.
Guru kembali mempersiapkan
alat evaluasi pembelajaran
yang bertujuan untuk mengetahui
beberapa hal yaitu keaktifan siswa
dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar dan dalam pengerjaan tugas. Hal yang diamati yaitu penggunaan media kubus satuan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pokok bahasan volume
balok dan mempersiapkan alat
evaluasi.
Rata-rata
kelas hasil belajar siswa pada siklus II selama dua kali pertemuan sebesar 7,24
dengan ketuntasan 93%.
Setelah melaksanakan pengamatan terhadap
pelaksanaan pembelajaran di dalam
kelas, selanjutnya diadakan refleksi
atas segala kegiatan yang telah dilakukan. Dalam
kegiatan pada siklus II diperoleh hasil refleksi sebagai berikut : (1) siswa telah
ikut dalam mengerjakan
tugas
individu dan kelompok,
karena telah
adanya
kesesuaian antar anggota kelompok.
Kesesuaian ini baik dari sisi tingkat kemampuan siswa,
kedekatan alamat rumah, dan
kecocokan pergaulan mendorong
kerjasama siswa dalam kelompok,
(2) sebagian besar siswa telah mengerjakan
tugas
rumah individu,
berarti menunjukkan bahwa sebagian besar pula siswa telah berusaha
mengerjakan tugas rumah meskipun masih terdapat
kesalahan. Hal ini dapat
diperbaiki dengan lebih memantapkan proses pembelajaran, (3) masih
ada beberapa siswa
yang mengerjakan tugas rumah tetapi masih terdapat kesalahan dalam pengerjaannya dinilai cukup wajar. Hal
ini karena kemampuan berfikir setiap
siswa
terhadap materi pelajaran tidak sama,
(4) pada siklus I tidak banyak siswa yang dapat menjawab
pertanyaan
guru akhirnya pada siklus II menjadi lebih baik.
Berdasarkan
hasil penelitian di atas, siklus II dinilai telah berhasil karena dilihat dari tingginya aktivitas belajar siswa (siswa menjawab pertanyaan guru, menyelesaikan soal di papan tulis, menyelesaikan tugas kelompok, tugas individu, maupun
ulangan harian) yang mencerminkan besarnya
kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal
cerita.
Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian ini didasarkan atas hasil pengamatan yang dilanjutkan dengan refleksi pada
setiap siklus. Refleksi pada siklus I
diperoleh hasil temuan sebagai berikut: beberapa
siswa dalam menyelesaikan tugasnya masih terdapat
kesalahan. Hasil ini dapat karena kurangnya pemahaman
siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Oleh karena
itu, guru meneliti kembali proses penyampaian materi pelajaran agar
lebih jelas dan terbimbing.
Selain itu, masih terdapat beberapa siswa yang tidak ikut serta
dalam pengerjaan tugas individu,
sehingga
mengakibatkan saat ditanya tentang tugas
maka
ia tidak dapat menjawab dengan baik. Sebagai konsekuensinya adalah mengerjakan soal di papan tulis.
Adanya
beberapa siswa yang tidak mengerjakan
tugas rumah dapat disebabkan oleh
beberapa
alasan
antara lain malas,
lupa,
tidak
belajar atau karena tidak sempat. Hal ini oleh peneliti diperkirakan
karena kurang adanya perhatian guru kepada siswa yang telah mengerjakan tugas rumah maupun kepada siswa yang tidak mengerjakan
tugas rumah. Oleh karena itu, siswa
harus diberi motivasi berupa memberi nilai tambah bagi yang telah mengerjakan
tugas rumah dan pemberian hukuman bagi yang tidak mengerjakannya.
Selanjutnya, masih adanya beberapa
siswa yang telah mengerjakan tugas rumah namun
tidak lengkap, dapat disebabkan
karena adanya kesulitan dalam mengerjakan tugas rumah
tersebut dan karena kurangnya waktu pengerjaan sebab tugas rumah itu terlalu banyak. Dalam hal ini guru harus melakukan
pertimbangan bobot soal yang diberikan dengan kemampuan
siswa serta banyaknya
tugas rumah disesuaikan dengan waktu
pengerjaan.
Pelaksanaan siklus
I ternyata masih
belum dapat mencapai
hipotesis tindakan, hal ini dapat dilihat dari persentase ketuntasan yaitu masih 13,3%, kurang dari
ketuntasan minimal sebesar 75% dan nilai rata-rata hasil tes akhirnya 4,58, kurang dari KKM sebesar 6,0.
Pengamatan selama siklus
II,
sebagian besar siswa
telah
mengerjakan tugas individu
maupun kelompoknya. Ini menunjukkan
bahwa mereka telah berusaha
mengerjakan tugasnya meskipun
masih terdapat sedikit kesalahan.
Hal ini dapat diperbaiki dengan lebih
memantapkan proses pembelajaran. Kesalahan beberapa siswa dalam mengerjakan tugasnya dinilai wajar, karena kemampuan berfikir setiap siswa tidak sama. Meskipun demikian siswa yang melakukan kesalahan dalam mengerjakan tugasnya jumlahnya
lebih jika dibandingkan pada saat
pelaksanaan siklus I. Sebagian besar
siswa
telah
ikut
serta dalam mengerjakan
tugas
kelompok masing-masing, ini menunjukkan telah diperoleh kesesuaian antar anggota kelompok. Kesesuaian ini baik dari sisi tingkat kemampuan siswa,
kedekatan alamat rumah,
maupun dari kecocokan pergaulan siswa
ternyata mendorong intensitas siswa
dalam belajar kelompok.
Meningkatnya keaktifan
siswa dalam kegiatan pembelajaran,
akibat motivasi yang
diberikan guru saat pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar. Selain itu tidak semua
yang tunjuk jari dapat memperoleh kesempatan untuk maju ke depan kelas ataupun untuk menanggapi hasil pekerjaan siswa lainnya karena keterbatasan waktu pembelajaran yang dialokasikan.
Hasil evaluasi siklus
II menunjukkan ketuntasan belajar mencapai 93% lebih dari ketuntasan minimal sebesar 75% dan nilai
rata-rata hasil tes
akhirnya 7,24, lebih dari KKM sebesar 6,0. Kategori
hasil belajar siswa, dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa dalam siklus II
tergolong baik.
PENUTUP
Penggunaan
alat peraga kubus satuan berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika
siswa kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem
tahun pembelajaran
2012/2013.
Hal ini dapat diketahui melalui hasil evaluasi
pada
siklus I dan siklus II penelitian ini yang menunjukkan terjadinya peningkatan
hasil belajar sebesar 2,66 dari rata-rata 4,58 pada siklus I menjadi 7,24 pada siklus
II. Hasil belajar pada siklus II lebih
1,24 dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 6,0. Demikian juga
ketuntasan belajar yang dicapai pada siklus I sebesar 13,3% menjadi 93% pada siklus II.
Untuk
meningkatkan hasil belajar matematika, siswa hendaknya lebih fokus dan
sungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran karena guru telah berupaya
memberdayakan segenap potensi siswa dalam belajar untuk memperoleh hasil
belajar yang baik. Demikian juga guru hendaknya berusaha
menciptakan kondisi siswa
untuk aktif dalam pembelajaran.
Kegiatan apersepsi dan motivasi perlu
dilakukan untuk mendorong keaktifan
siswa selama proses pembelajaran, sehingga siswa mempunyai
keberanian dalam mengemukakan pendapatnya di dalam kelas. Guru juga hendaknya memberdayakan segenap potensi siswa dalam
mengikuti pembelajaran, sehingga guru mengetahui
cara mengatasi kesulitan, kelemahan,
keterbatasan, dan masalah yang dihadapi siswa. Hasil penelitian ini juga dapat
memberikan gambaran tentang berbagai situasi di dalam kelas terutama dalam
pembelajaran matematika sehingga kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini
dapat diperbaiki dan disempurnakan dalam penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
A. dan Joko Tri Prasetiyo. 2005. SBM:
Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Budiningsih,
2005. Hasil Belajar Matematika. Jakarta:
Bumi Aksara.
Djamarah,
Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan
Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Iskandar, S. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gramedia.
Kasijan. 1984.
Masalah-Masalah Keguruan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Nurkancana,
W. dan PPN. Sunartana. 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha
Nasional.
Pitajeng.
2006. Pembelajaran Matematika yang
Menyenangkan. Jakarta: Depdiknas.
Poerwadarminta,
W.J.S. 1988. Kamus
Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Rusyan,
A. Tabrani, dkk. 1989. Pendekatan dalam
Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya Offset.
Sardiman.
1998. Motivasi dan Interaksi Belajar.
Jakarta: Rajawali
Pres.
Soekanto. 1993. Matematika
Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran Sains Terkini: Pendekatan Siswa dengan Lingkungan Alamiah
dan Sosial Budaya. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesa.
Sudiana, I Ketut. 2004. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar Tahap Awal. Jakarta:
Depdiknas.
Suryabrata, S. 1991. Psikologi
Pendidikan. UGM: Yogyakarta.
Tanjung,
B.N. dan H. Ardial. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal,
Skripsi, dan Tesis dan Mempersiapkan diri Menjadi Penulis Artikel Ilmiah.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tim. 1995. Struktur Pengajaran Matematika.
IKIP : Singaraja.
Tryanto. ---- Ragam Model
Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Winkel, M. 1998. Kesulitan
Belajar Matematika. Jakarta: Gramedia.