Minggu, 21 Februari 2016

MANCAGRA DALAM PAWIWAHAN



ABSTRAK



Kata-kata Kunci :  Fungsi Mancagra dan Upacara Pawiwahan

Dalam setiap pelaksanaan upacara yadnya, tidak dapat dilepaskan dari mancagra. Umat Hindu sudah banyak yang menggunakan jasa mancagra untuk keperluan upacara karena tidak semua orang mempunyai kemampuan dan kemauan dalam membuat banten. Akan tetapi fungsi mancagra dalam kegiatan itu belum banyak diketahui warga.
Permasalahan dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana latar belakang  mancagra dalam membuat upakara pawiwahan? Bagaimana keberadan mancagra?
Berdasarkan permasalahan itu maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang, keberadan, dan fungsi mancagra dalam membuat upakara pawiwahan.
Penelitian dilaksanakan di Karangasem. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposipe sampling karena yang dijadikan sampel adalah beberapa individu yang sengaja dipilih karena dianggap mengetahui dan berkompeten dalam pembuatan upakara. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan instrumen penelitian berupa pedoman wawancara, kamera, tape recorder, dan catatan-catatan.
Melalui analisis deskriptif, dapat disimpulkan bahwa latar belakang mancagra dalam melakukan tugasnya ada dua berdasarkan ekonomi dan ngayah. Keberadaan mancagra ada lima orang, tetapi tidak semuanya telah melakukan upacara pawintenan.  Fungsi mancagra dalam upacara pawiwahan yaitu  fungsi keagamaan yakni dapat memberikan pemahaman yang benar mengenai simbol-simbol yang diwujudkan dalam banten dan meningkatkan bhakti dan sraddha warga.  Fungsi etika yakni dengan hadirnya mancagra dapat membangun etika para warga. Fungsi estetika yaitu dengan hadirnya mancagra, berbagai karya seni ditampilkan terutama dalam pembuatan upakara.  Fungsi sosial  yaitu dapat membangun tradisi tolong-menolong atas dasar pasuka-dukaan. Fungsi pelestarian karena adanya pelestarian budaya gotong royong, pelestarian seni serta tradisi yang sarat dengan nilai dan norma.
Beberapa saran yang disampaikan yaitu bagi para mancagra hendaknya dapat memberikan pemahaman bahwa pawintenan bagi dirinya sendiri sangat penting sebagai bentuk kesungguhan menekuni profesinya. Warga masyarakat hendaknya menyadari bahwa peran mancagra dalam kegiatan upacara yadnya sangat diperlukan. Bagi penelitian selanjutnya, dapat memperoleh perbandingan dalam mengkaji permasalahan yang sejenis di tempat lain.

PENELITIAN BAHASA BALI



ABSTRAK



Kata-kata Kunci :  peranan orang tua, perkembangan anak, dan berbahasa Bali.

Penelitian ini dilakukan mengingat belum adanya kejelasan peranan orang tua terhadap perkembangan anak dalam berbahasa Bali.  Warga masyarakat dalam memperkenalkan dan mengajarkan bahasa Bali. Para orang tua  sepertinya mengesampingkan bahasa Bali  sebagai bahasa ibu  bahkan sebagai bahasa pemersatu dalam kehidupan masyarakat Bali khususnya.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Karangasem. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposipe sampling karena yang dijadikan sampel adalah beberapa individu yang dipilih karena dianggap berkompeten dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian.  Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan instrumen penelitian berupa pedoman wawancara dan catatan-catatan. Pengolahan data dilakukan dengan analisis deskriptif karena data yang dianalisis berupa data kualitatif.
Melalui analisis deskriptif dan berdasarkan temuan dalam pengumpulan data, maka kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut. (1) Stratifikasi bahasa Bali dalam keluarga sangat bervariasi tergantung kepada tingkat pendidikan dan ekonomi, emosi, pendidikan terhadap balita, dan religius warganya. (2) Penggunaan ragam bahasa Bali secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu ragam resmi dan ragam tidak resmi. Ragam resmi digunakan dalam komunikasi pertemuan di banjar atau desa adat, dalam tradisi meminang calon istri, dan dalam dharma wacana. Ragam tidak resmi digunakan dalam komunikasi antar anggota keluarga, anggota masyarakat, dan pergaulan sehari-hari. (3) Peranan orang tua terhadap perkembangan anak dalam berbahasa Bali sangat besar dan penting serta wajib dilakukan guna pelestarian budaya Bali khususnya bahasa Bali. Kiat-kiat warga dalam mencapai tujuan tersebut melalui pendidikan formal, belajar di pasraman, dan menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa ibu.
Berdasarkan temuan yang diperoleh selama penelitian, beberapa saran yang disampaikan yaitu: Pertama, kepada warga desa, hendaknya dapat memperbanyak kiat-kiat dalam upaya melestarikan dan mengembangkan bahasa Bali sehingga bahasa Bali tetap lestari sepanjang zaman. Kedua, kepada para prajuru dan warga masyarakat desa, hendaknya lebih banyak memberikan kesempatan kepada generasi muda   untuk melestarikan warisan leluhur khususnya bahasa Bali dengan menyediakan wadah-wadah atau organisasi adat dan memfasilitasi para generasi muda melalui karang taruna dan sekaha teruna di banjar-banjar.

ARTIKEL PTK




PENGGUNAAN ALAT PERAGA KUBUS SATUAN TERHADAP HASIL  BELAJAR  MATEMATIKA SISWA 
  SD NEGERI 1 NAWAKERTI  KECAMATAN ABANG  KABUPATEN KARANGASEM   
TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013



Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk  mengetahui pengaruh penggunaan alat peraga kubus satuan terhadap  hasil  belajar  matematika siswa  kelas VI  SD Negeri 1 Nawakerti tahun pembelajaran 2012/2013. Subjek penelitian ini adalah siswa  kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti Kecamatan Abang Kabupaten  tahun pelajara 2012/2013 yang terdiri atas 15 orang siswa dengan 8 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan. Sumber data diperoleh dari evaluasi hasil belajar yang dikumpulkan dengan instrument tes untuk evaluasi, lembar observasi untuk penilaian proses, dan Lembar Kerja Siswa untuk penilaian unjuk kerja. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisis secara deskriftif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I rata-rata hasil belajar siswa sebesar 4,58 dan pada siklus II sebesar 7,24. Pada siklus II hasil belajar siswa lebih 2,66 dari pada hasil belajar siklus I. Demikian juga ketuntasan belajar siklus I sebesar 13,3% kemudian pada siklus II sebesar 93%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga kubus satuan berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti  Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2012/2013.

Kata-kata kunci: Hasil belajar matematika, kubus satuan.


PENDAHULUAN
            Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang disengaja, terorganisasi secara baik, sistematis, dan  terarah untuk mengantarkan siswa ketingkat perubahan tingkah laku dan pengetahuan menuju kedewasaan. Perubahan tingkah laku dapat diartikan perubahan-perubahan yang mencakup tiga aspek yaitu aspek kognotif, aspek psikomotor, dan aspek efektif. Perubahan itu misalnya dari belum mengetahui menjadi mengetahui, dari belum mengerti menjadi mengerti dan dari belum terampil  menjadi terampil. Pembelajaran senantiasa merupakan interaksi antara dua unsur, siswa sebagai pihak yang dibelajarkan dan guru sebagai pihak yang  membelajarkan, dengan siswa sebagai subjek pokoknya. Di dalam pembelajaran, hubungan timbal balik antara    guru    dengan    siswa      harus
menunjukkan adanya hubungan yang bersifat edukatif atau mendidik. Dalam pembelajaran, guru adalah salah satu komponen manusia yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial. Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap guru terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya menuju kedewasaan atau taraf kematangan tertentu.
Mengingat pentingnya peranan guru dalam pencapaian hasil belajar maka dituntut mampu melaksanakan pembelajaran secara maksimal. Mendidik, mengajar dan melatih siswa adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada siswa. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan siswa. Di sekolah guru adalah orang tua kedua bagi anak didik. Sebagai orang tua guru menganggapnya sebagai anak didik bukan sebaga peserta didik (Djamarah, 2005:3). Dalam pembelajaran guru sebagai pengajar akan berusaha maksimal menggunakan berbagai keterampilan dan kemampuan agar siswa dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia, sehingga manusia tumbuh sebagai pribadi yang utuh. Manusia tumbuh melalui belajar. Mengajar dan belajar merupakan proses kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Proses kegiatan tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor- faktor yang sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Ilmu pengetahuan dan teknologi besar sekali peranannya untuk memajukan suatu negara. Untuk menjadi negara yang maju, maka harus cerdik, pandai dan banyak pengetahuannya, baik ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan alam, matematika dan ilmu pengetahuan lain. Tanpa mengesampingkan pengetahuan yang lain, peranan matematika   kiranya   sangat   penting   dan   perlu   penanganan   yang   serius. Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas dibandingkan dengan disiplin ilmu lainnya. Kegiatan belajar dan mengajar matematika diperlukan suatu metode, mengingat siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuannya.
Meski tidak semua, banyak diantara siswa di sekolah mengeluhkan pelajaran matematika. Matematika dianggap sebagai pelajaran paling sulit. Matematika sering diidentikan dengan kemampuan berhitung dikalangan siswa yang memang tidak dapat disangkal. Kemampuan berhitung merupakan salah satu bagian dari kemampuan matematika sebab prasyarat untuk belajar matematika adalah belajar berhitung.  Oleh karena itu antara matematika dan berhitung tidak dapat dipisahkan.
Keterampilan berhitung bagi siswa akhir-akhir ini kurang mendapat perhatian khusus baik di sekolah maupun di rumah. Penyebabnya dapat karena semakin banyaknya alat-alat hitung yang serba modern sehingga anak malas untuk berpikir sendiri dalam menyelesaikan suatu perhitungan. Selain itu dapat juga disebabkan oleh pembelajaran yang didominasi ceramah padahal menurut J. Piaget  (dalam Pitajeng, 2006:27), siswa SD termasuk dalam tahap operasional konkret sebab dalam berpikir, logikanya didasarkan pada manipulasi objek-objek konkret. Melalui penggunaan media yang tepat dalam belajar matematika diharapkan dapat membantu memanipulasi objek-objek konkret. Sejalan dengan pendapat J. Piaget yang dikutip Sudiana (2004:48) berpendapat bahwa konsep-konsep matematika perlu diperkenalkan lewat pengalaman memanipulasi benda nyata dan alami. Oleh karena itu, guru diharapkan sedapat mungkin menghadirkan media dalam setiap pembelajaran demi tercapainya tujuan yang hendak dicapai. Sebagaimana yang terjadi di kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika merupakan urutan yang terbawah dari semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas VI. Diketahui bahwa pokok bahasan Volume Bangun Ruang, hasil ulangan harian hanya mencapai rata 5,5. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada kesulitan dalam menyelesaikan soal pokok bahasan volume bangun ruang, sehingga sangat perlu diupayakan pemecahannya.
Upaya peningkatan kemampuan siswa terhadap pokok bahasan volume bangun ruang antara lain melalui penggunaan media/alat peraga. Penggunaan alat peraga dalam kegiatan pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika yang dipelajarinya dengan mudah. Alat peraga yang cocok untuk membelajarkan volume bangun ruang yakni kubus satuan.
Kubus satuan adalah kubus kecil yang sisi-sisinya berukuran satu sentimeter sehingga memiliki volume 1 sentimeter kubik. Kubus satuan ini dibuat dari kayu berbentuk balok dengan lebar dan tinggi satu sentimeter kemudian dipotong dengan panjang satu sentimeter. Satu kubus satuan dinyatakan memiliki volume satu satuan. Penggunaan kubus saatuan ini nantinya dimasukkan kedalam kubus atau balok lebih besar yang akan ditentukan volumenya. Banyaknya kubus satuan yang dapat dimasukkan dengan benar ke dalam kubus atau balok yang lebih besar dinyatakan sebagai volume kubus atau balok yang lebih besar. Oleh karena demikian dalam penanaman konsep volume kubus dan balok sangat tepat digunakan alat peraga kubus satuan.
Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan, rumusan masalah yang yang diajukan dalam penelitian ini yaitu apakah pengaruh penggunaan alat peraga kubus satuan terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem tahun pembelajaran 2012/2013, dalam menentukan volume bangun ruang? Selanjutnya tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat peraga kubus satuan terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem Tahun Pembelajaran 2012/2013, dalam menentukan volume bangun ruang.
Pelajaran matematika berkaitan dengan kemampuan-kemampuan siswa mengenai pemahaman struktur dasar sistem bilangan daripada keterampilan dan fakta-fakta hafalan. Pelajaran matematika sesuai dengan kurikulum KTSP SD tahun 2013 menekankan mengapa dan bagaimana matematika melalui penemuan dan eksplorasi. Mata pelajaran matematika menerapkan prinsip-prinsip basic skill yang mencerminkan beberapa kemampuan dasar matematika bagi siswa SD. Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika di SD tersebut, tentunya menuntut kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran, juga dituntut lebih aktif dan cermat melakukan strategi pembelajaran agar siswa yang mengalami kesulitan belajar tidak merasa ditinggalkan tetapi terlayani dengan baik dengan cara kemampuannya sendiri dan mampu mengikuti setahap demi setahap.
Evaluasi hasil belajar matematika secara umum sama dengan evaluasi mata pelajaran lainnya baik jenis evaluasi maupun bentuk-bentuk soalnya. Evaluasi hasil belajar menurut Nurkancana dan Sunartana (1992:11) adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai keberhasilan belajar seseorang setelah mengalami proses belajar selama satu periode tertentu. Jadi evaluasi hasil belajar matematika merupakan salah satu cara untuk menentukan nilai keberhasilan siswa setelah mendapat pengalaman belajar matematika. Dalam evaluasi hasil belajar matematika, keberhasilan siswa diukur dari proses pengerjaan dan diukur dari kebenaran dalam jawaban yang dihasilkan. Ranah yang diungkapkan dalam evaluasi pembelajaran matematika yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Untuk membantu pencapaian ketiga ranah tersebut, dalam pembelajaran matematika memerlukan alat bantu berupa alat peraga.
Alat peraga yang digunakan sebagai alat bantu dalam pembelajaran, mengakibatkan pembelajaran menjadi lebih berkualitas. Sebagai media pembelajaran, alat peraga menjadikan materi pelajaran yang disampaikan lebih konkret sehingga mudah dicerna siswa. Alat peraga menambah konkretnya materi pelajaran yang disampaikan guru sehingga pembelajaran yang dilaksanakan akan lebih bermakna. Karena itulah guru matematika yang dalam pembelajaran menggunakan alat peraga akan memperoleh banyak keuntungan. Alat peraga dapat disebut pula alat bantu dalam pembelajaran yang digunakan guru untuk menunjang proses belajar mengajar. Pada siswa sekolah dasar, alat  peraga  sangat  dibutuhkan karena  siswa  sekolah  dasar  masih  berfikir secara real sehingga lebih mudah memahami pelajaran yang menggunakan alat peraga daripada tanpa menggunakan alat peraga.
Menurut Soekanto (1993:87) jenis-jenis  alat  peraga matematika ditinjau dari segi wujudnya, dapat dikelompokkan menjadi alat peraga benda asli yaitu  benda  asli  yang  digunakan  sebagai  alat  peraga  seperti  buah, bola, pohon, kubus dari kayu dan alat peraga tiruan yaitu benda bukan asli yang digunakan sebagai alat peraga seperti tiruan jantung  manusia  dari balon dan selang plastik.
Proses belajar yang efektif serta permanen diperoleh dari pengalaman yang bersifat konkret dan langsung. Namun pengalaman yang demikian tidak selalu dapat diberikan kepada siswa, harus dirancang sedemikian rupa untuk dapat memilih   pengganti   pengalaman   tadi   dengan   media   pembelajaran, termasuk di dalamnya adalah penyajian proses pembelajaran dengan menggunakan alat peraga. Pemakaian alat peraga dalam proses pembelajaran akan mengkomunikasikan gagasan yang bersifat konkret, di samping juga membantu siswa mengintegrasikan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Selain itu alat peraga diharapkan menarik perhatian dan membangkitkan   minat   serta  motivasi   siswa   dalam  belajar.   Unsur metode dan alat juga merupakan  unsur yang tidak dapat dilepaskan  dari unsur lainnya  yang  berfungsi  sebagai  cara  atau  teknik  untuk  mengantarkan bahan pengajaran agar sampai kepada tujuan. Secara umum fungsi alat peraga adalah membantu meningkatkan persepsi, membantu meningkatkan pemahaman, dan memberikan   penguatan   atau   pengetahuan   tentang   hasil   yang diperoleh.
Untuk membantu siswa dalam memahami konsep volume bangun ruang khususnya kubus dan balok, guru dapat menggunakan kubus satuan. Kubus satuan adalah kubus kecil yang sisi-sisinya berukuran satu sentimeter sehingga memiliki volume satu sentimeter kubik. Kubus satuan ini dibuat dari kayu berbentuk balok dengan lebar dan tinggi satu sentimeter kemudian dipotong dengan panjang satu sentimeter. Satu kubus satuan dinyatakan memiliki volume satu satuan. Kubus kecil-kecil yang memiliki panjang sisi satu sentimeter yang mewakili volume satu satuan disebut kubus satuan.

METODE
Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2012/2013. Jumlah siswa sebanyak 15 orang yang terdiri atas 8 laki-laki dan 7 perempuan. Objek penelitiannya adalah penggunaan alat peraga kubus satuan dan hasil belajar matematika. Peneliti sendiri merupakan guru kelas yang bertugas di tempat penelitian dan selama penelitian dibantu oleh teman sejawat.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dan lembar observasi. Tes diberikan kepada siswa pada pertemuan ketiga untuk mengukur hasil belajar sedangkan observasi dilakukan terhadap siswa dan guru selama proses pembelajaran untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan dalam pembelajaran.
Penelitian  ini dilaksanakan dalam dua siklus yang terdiri atas empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Siklus I dan siklus II masing-masing dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan yang terdiri atas dua kali pertemuan untuk pembelajaran dan satu kali pertemuan untuk mengadakan evaluasi. Materi yang dipelajari pada siklus I yaitu berkaitan dengan volume kubus dan pada siklus II tentang volume balok.
Kegiatan awal yang dilakukan dalam persiapan ini yaitu menyusun jadwal kegiatan pembelajaran, mengadakan orientasi pra siklus kepada siswa untuk menginformasikan maksud dan tujuan penelitian ini, menyusun rencana pembelajaran, membuat alat peraga, membuat alat evaluasi dan kunci jawaban, dan menyusun instrumen observasi dan daftar siswa. Pelaksanaan penelitian sesuai dengan rancangan jadwal mata pelajaran yang sudah melalui koordinasi dengan kepala sekolah sehingga siswa tidak merasa terbebani dengan adanya kegiatan ini. Sesuai dengan program semester yang telah dibuat, maka rencana pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dimulai pada bulan April 2013.
Tes hasil belajar diberikan dalam bentuk soal pilihan ganda, penilaiannya berdasarkan skor yang diperoleh siswa setelah mengerjakan tes yang diberikan dengan skala 100. Evaluasi diberikan pada pertemuan ketiga siklus I dan siklus II.
Sebelum diadakannya penelitian dilakukan tahap prasiklus untuk merancang siklus I agar pembelajaran menjadi lebih baik dalam penelitian. Hal ini penting untuk menghindari kegagalan dan meningkatkan kinerja siswa. Refleksi pada akhir siklus I ini dilakukan untuk lebih melihat kendala-kendala yang esensial yang dihadapi oleh siswa. Segi kekuatan yang muncul akan diformulasikan implikasinya, sehingga dapat diajukan rekomendasi tentang penggunaan alat peraga kubus satuan dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
Pada tahap selanjutnya dilakukan siklus II dengan memperhatikan rekomendasi refleksi siklus I. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriftif kuantitatif  dengan langkah-langkah: (1) menentukan rata-rata (mean), (2) menentukan ketuntasan belajar.
Kriteria keberhasilan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pembelajaran berhasil jika hasil belajar siswa mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 6,0 dengan ketuntasan belajar ≥ 75%. Untuk mengetahui tingkat kategori keberhasilan dilakukan dengan mengkonversi nilai yang diperoleh dengan rentang nilai 86-100 (baik sekali), 71-85 (baik), 56-70 (cukup), 41-55 (kurang baik), dan 0-40 (sangat kurang).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rata-rata kelas hasil belajar siswa pada siklus I selama dua kali pertemuan sebesar 4,58. Peningkatan hasil belajar dari prasiklus ke siklus I hanya mencapai 0,47 masih tergolong kurang baik.
Hasil belajar siswa dalam memahami konsep volume kubus melalui penerapan alat peraga kubus satuan mencapai 35% atau sekitar 6 orang. Jumlah ini menunjukkan masih rendahnya penguasaan siswa terhadap konsep yang dibelajarkan. Siswa    yang    mengalami    kesulitan    memahami    konsep volume kubus 65% atau sekitar 10 orang.
Siswa yang mengerjakan tugas volume kubus 94% atau seluruh siswa yang hadir pada saat itu telah mengerjakan tugasnya.  Sedangkan siswa yang dapat mengerjakan dengan benar tugas volume kubus 23%, dan yang  salah mengerjakan tugas volume kubus 68%. Siswa yang dapat mengerjakan tugas di papan tulis termasuk yang tunjuk jari 27%, siswa   yang   dapat   memberi   tanggapan   hasil   pekerjaan temannya di papan tulis 14%. Sementara itu siswa yang bertanya kepada guru 18%, menjawab pertanyaan 45%, mengerjakan soal-soal volume kubus 23% dan   tidak  aktif  dalam  kegiatan  pembelajaran 14%.
Berdasarkan prosentase perolehan hasil observasi siswa, maka dapat ditegaskan bahwa pembelajran pada pertemua pertama dan kedua siklus I masih belum maksimal. Pembelajaran belum mendapat respon siswa sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat dimaknai bahwa pembelajaran pertemuan pertama belum maksimal sehingga hasilnya juga belum optimal.
Setelah melaksanakan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas, selanjutnya diadakan refleksi dari tindakan yang telah dilakukan. Dalam kegiatan siklus I didapatkan hasil refleksi: (1) ketidakaktifan beberapa siswa dalam pembelajaran dipacu dengan pemberian motivasi berupa nilai tambah dalam setiap aktivitas siswa, (2) adanya beberapa siswa yang mengerjakan tugas rumah individu meskipun sudah lengkap namun masih terdapat kesalahan, dapat disebabkan karena kurangnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, (3) kurangnya perhatian guru kepada siswa, baik kepada siswa yang mengerjakan tugas maupun yang tidak mengerjakan tugas, (4) alokasi waktu yang tersedia banyak yang terbuang.
Rata-rata hasil belajar siswa pada pertemuan kedua mengalami peningkatan 0,04 dibandingkan pada pertemuan pertama tetapi dari hasil belajar perorangan masih ada hasil belajarnya yang menurun. Pengamatan yang telah dilakukan secara menyeluruh oleh peneliti dan kolaborator, tampak bahwa proses belajar masih kurang efektif dan kurang lancar.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan dan kendala-kendala yang ditemukan pada refleksi siklus I maka perlu   dilakukan   perbaikan-perbaikan   dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Perbaikan tersebut akan dilaksanakan dalam pembelajaran pada siklus II.
Rencana dan strategi untuk mengatasi kesulitan selama siklus I berlangsung diawali dengan merancang  model  pembelajaran  untuk  menyelesaikan  soal  cerita tentang pokok bahasan volume balok yaitu digunakan   model pembelajaran. Selanjutnya mempersiapkan kembali lembar observasi untuk mengamati situasi dan kondisi kegiatan belajar mengajar.
Guru kembali mempersiapkan alat evaluasi pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui beberapa hal yaitu keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dan dalam pengerjaan tugas. Hal yang diamati yaitu penggunaan media kubus satuan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pokok bahasan volume balok dan mempersiapkan alat evaluasi.
Rata-rata kelas hasil belajar siswa pada siklus II selama dua kali pertemuan sebesar 7,24 dengan ketuntasan 93%.
            Setelah melaksanakan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas, selanjutnya diadakan refleksi atas segala kegiatan yang telah dilakukan. Dalam kegiatan pada siklus II diperoleh hasil refleksi sebagai berikut : (1) siswa  telah  ikut  dalam  mengerjakan  tugas individu  dan  kelompok,  karena  telah  adanya kesesuaian antar anggota kelompok. Kesesuaian ini baik dari sisi tingkat kemampuan siswa, kedekatan alamat rumah, dan kecocokan  pergaulan  mendorong  kerjasama siswa dalam kelompok, (2) sebagian  besar  siswa  telah  mengerjakan  tugas  rumah  individu, berarti menunjukkan bahwa sebagian besar pula siswa telah berusaha mengerjakan tugas rumah meskipun masih terdapat kesalahan. Hal ini dapat diperbaiki dengan lebih memantapkan proses pembelajaran, (3) masih  ada  beberapa  siswa  yang  mengerjakan  tugas  rumah  tetapi masih terdapat kesalahan dalam pengerjaannya dinilai cukup wajar. Hal ini karena kemampuan berfikir setiap siswa terhadap materi pelajaran tidak sama, (4) pada  siklus  I  tidak banyak  siswa  yang  dapat  menjawab  pertanyaan guru  akhirnya pada siklus II menjadi lebih baik.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, siklus II dinilai telah berhasil karena dilihat dari tingginya aktivitas belajar siswa (siswa menjawab pertanyaan guru, menyelesaikan soal di papan tulis, menyelesaikan tugas kelompok, tugas individu, maupun ulangan harian) yang mencerminkan besarnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita.

Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian ini didasarkan atas hasil pengamatan yang dilanjutkan dengan refleksi pada setiap siklus. Refleksi pada siklus I diperoleh hasil temuan sebagai berikut: beberapa siswa dalam menyelesaikan tugasnya masih terdapat kesalahan. Hasil ini dapat karena kurangnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, guru meneliti kembali proses penyampaian materi pelajaran agar lebih jelas dan terbimbing. Selain itu, masih terdapat beberapa siswa yang tidak ikut  serta  dalam  pengerjaan  tugas  individu,  sehingga  mengakibatkan  saat ditanya tentang tugas maka ia tidak dapat menjawab dengan baik. Sebagai konsekuensinya adalah mengerjakan soal di papan tulis.
Adanya beberapa siswa yang tidak mengerjakan tugas rumah dapat disebabkan  oleh  beberapa  alasan  antara  lain  malas,  lupa,  tidak  belajar  atau karena tidak sempat. Hal ini oleh peneliti diperkirakan karena kurang adanya perhatian guru kepada siswa yang telah mengerjakan tugas rumah maupun kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas rumah. Oleh karena itu, siswa harus diberi motivasi berupa memberi nilai tambah bagi yang telah mengerjakan tugas rumah dan pemberian hukuman bagi yang tidak mengerjakannya. Selanjutnya, masih adanya beberapa siswa yang telah mengerjakan tugas rumah namun tidak lengkap, dapat disebabkan karena adanya kesulitan dalam mengerjakan tugas rumah tersebut dan karena kurangnya waktu pengerjaan sebab tugas rumah itu terlalu banyak. Dalam hal ini guru harus melakukan pertimbangan bobot soal yang diberikan dengan kemampuan siswa serta banyaknya tugas rumah disesuaikan dengan waktu pengerjaan.
Pelaksanaan  siklus  I  ternyata  masih  belum dapat  mencapai hipotesis tindakan, hal ini dapat dilihat dari persentase ketuntasan yaitu masih 13,3%, kurang dari ketuntasan minimal sebesar 75% dan nilai rata-rata hasil tes akhirnya 4,58, kurang dari KKM sebesar 6,0.
Pengamatan selama siklus  II, sebagian  besar  siswa  telah  mengerjakan  tugas  individu maupun kelompoknya. Ini menunjukkan bahwa mereka telah berusaha mengerjakan tugasnya meskipun masih terdapat sedikit kesalahan. Hal ini dapat diperbaiki dengan lebih memantapkan proses pembelajaran. Kesalahan beberapa siswa dalam mengerjakan tugasnya dinilai wajar, karena kemampuan berfikir setiap siswa tidak sama. Meskipun demikian siswa yang melakukan kesalahan dalam mengerjakan tugasnya jumlahnya lebih jika dibandingkan pada saat pelaksanaan siklus I. Sebagian  besar  siswa  telah  ikut  serta  dalam  mengerjakan  tugas kelompok masing-masing, ini menunjukkan telah diperoleh kesesuaian antar anggota kelompok. Kesesuaian ini baik dari sisi tingkat kemampuan siswa, kedekatan alamat rumah, maupun dari kecocokan pergaulan siswa ternyata mendorong intensitas siswa dalam belajar kelompok.
Meningkatnya keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, akibat motivasi yang diberikan guru saat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Selain itu tidak semua yang tunjuk jari dapat memperoleh kesempatan untuk maju ke depan kelas ataupun untuk menanggapi hasil pekerjaan siswa lainnya karena keterbatasan waktu pembelajaran yang dialokasikan.
Hasil evaluasi siklus II menunjukkan ketuntasan belajar mencapai 93% lebih dari ketuntasan minimal sebesar 75% dan nilai rata-rata hasil tes akhirnya 7,24, lebih dari KKM sebesar 6,0. Kategori hasil belajar siswa, dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa dalam siklus II tergolong baik.

PENUTUP
Penggunaan alat peraga kubus satuan berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VI SD Negeri 1 Nawakerti Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem tahun pembelajaran 2012/2013. Hal ini dapat diketahui melalui hasil evaluasi  pada siklus I dan siklus II penelitian ini yang menunjukkan terjadinya peningkatan hasil belajar sebesar 2,66 dari rata-rata  4,58 pada siklus I menjadi 7,24 pada siklus II.   Hasil belajar pada siklus II lebih 1,24 dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 6,0. Demikian juga ketuntasan belajar yang dicapai pada siklus I sebesar 13,3%  menjadi 93% pada siklus II.
Untuk meningkatkan hasil belajar matematika, siswa hendaknya lebih fokus dan sungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran karena guru telah berupaya memberdayakan segenap potensi siswa dalam belajar untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Demikian juga guru hendaknya berusaha menciptakan kondisi siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Kegiatan apersepsi dan motivasi perlu dilakukan untuk mendorong keaktifan siswa selama proses pembelajaran, sehingga siswa mempunyai keberanian dalam mengemukakan pendapatnya di dalam kelas. Guru juga hendaknya memberdayakan segenap potensi siswa dalam mengikuti pembelajaran,  sehingga guru mengetahui cara mengatasi kesulitan, kelemahan, keterbatasan, dan masalah yang dihadapi siswa. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan gambaran tentang berbagai situasi di dalam kelas terutama dalam pembelajaran matematika sehingga kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini dapat diperbaiki dan disempurnakan dalam penelitian selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. dan Joko Tri Prasetiyo. 2005. SBM: Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Budiningsih, 2005. Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Bumi Aksara.

Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.

Iskandar, S. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gramedia.

Kasijan. 1984. Masalah-Masalah Keguruan. Jakarta: Bumi Aksara.

Nurkancana, W.  dan PPN. Sunartana. 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Pitajeng.  2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: Depdiknas.

Poerwadarminta, W.J.S. 1988. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Rusyan, A. Tabrani, dkk. 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya Offset.

Sardiman. 1998. Motivasi dan Interaksi Belajar. Jakarta: Rajawali Pres.

Soekanto. 1993. Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.


Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran Sains Terkini: Pendekatan Siswa dengan Lingkungan Alamiah dan Sosial Budaya. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesa.

Sudiana, I Ketut. 2004. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar Tahap Awal. Jakarta: Depdiknas.

Suryabrata, S. 1991. Psikologi Pendidikan. UGM: Yogyakarta.
Tanjung, B.N.  dan H. Ardial. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi, dan Tesis dan Mempersiapkan diri Menjadi Penulis Artikel Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Tim.  1995. Struktur Pengajaran Matematika. IKIP : Singaraja.

Tryanto. ---- Ragam Model Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Winkel, M. 1998. Kesulitan Belajar Matematika. Jakarta: Gramedia.